INFOJAMBI.COM — NP, warga Handil Jaya, Kecamatan Jelutung, Kota Jambi, duka setelah anak pertama yang dinantikan dalam kandungannya meninggal dunia.
Wanita hamil 9 bulan ini tak kuasa menahan tangis di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Annisa, Kota Jambi.
Peristiwa dramatis bermula ketika NP mengalami alergi. Ia memutuskan berobat ke RSIA Annisa, Senin 29 September 2025, sekitar jam 21.00 WIB.
Rumah sakit ini tak jauh dari rumah NP. Alergi NP pada bagian wajah disertai gatal dan sesak napas.
"Sebelum diperiksa detak jantung bayi dan tensi kak NP dalam keadaan normal semua. Terus disuntik obat alergi. Sebelum itu, kami sudah bertanya, aman dak untuk bumil, aman kata dokter. Setahu kami harus berada di bawah pengawasan dan koordinasi ketat dengan dokter kandungan karena ini hamil tua untuk memastikan keamanannya," ujar M, keluarga NP.
Dokter yang melakukan suntikan berinisial D, ternyata dokter umum, bukan dokter spesialis kandungan. Setelah mendapatkan suntikan, NP diminta pulang.
"Kami disuruh pulang dengan alasan alergi ini biasa dan tidak perlu perawatan. Padahal kami melihat kondisinya tidak mungkin untuk rawat jalan," ucap M.
Setiba di rumah, kondisi NP justru memburuk. Mereka menduga reaksi suntikan memengaruhi kesehatan ibu dan janin. Tubuhnya mengalami demam dan kelemahan selama dua hari.
Awalnya, NP tetap berpikir positif terhadap reaksi obat yang disuntikan. Namun pada Rabu 1 Oktober 2025, NP mulai merasakan gerakan bayi dalam kandungan berhenti.
Suaminya pun segera membawa ke dokter praktik kandungan, di kawasan Kebun Kopi, yang juga berpraktik di RSIA Annisa untuk memastikan keadaan tersebut.
“Setelah dua kali kami USG, dokter kandungan menyatakan sudah tidak ada detak jantung bayi. Kami lalu menyampaikan (Senin) disuntik obat alergi oleh dokter umum D di RSIA Annisa, namun dokter kandungan hanya diam. Kami duga dokter umum D tidak koordinasi dengan dokter kandungan," ungkap M dengan penuh kesedihan.
Kekecewaan tak berhenti di situ. Ketika NP harus mendapatkan pertolongan serius keteganganpun muncul antara keluarga NP dan pihak rumah sakit, termasuk dokter dan perawat di sana.
"Sesampainya di IGD Annisa, bukannya langsung ditangani, justru dokter D yang menyuntikan alergi itu mengajak ngobrol. Kami sempat protes karena tindakan cepat sangat diperlukan, kak NP dalam keadaan lemas. Perawat malah bertanya apakah prosesnya normal atau caesar, yang membuat kami semakin kesal. Jelas, kondisi kak NP tidak memungkinkan untuk persalinan normal," tambahnya.
Saat operasi caesar dilakukan oleh dokter spesialis kandungan, keluarga NP berusaha menghubungi dokter umum D ingin menanyakan tentang obat yang disuntikkan, tetapi tidak di WA dan ditelpon tidak ada respons.
Setelah janin dikeluarkan, kondisi jenazah bayi tampak melepuh dan terlilit tali pusar. Meskipun keluarga telah berusaha mengikhlaskan kepergian, mereka berharap agar masalah ini dapat diusut tuntas.
Kehilangan itu menjadi trauma besar bagi NP, dan sebelum dimakamkan, NP meminta kakaknya untuk segera memandikan, menaburkan bedak, dan memberi susu pada bayi laki-lakinya yang beratnya 3,3 kilogram itu.
"Setiap kali mendengar suara bayi, dia selalu menangis. Buang saja baju itu, saya sudah tidak punya semangat hidup lagi," ungkap M.
Menanggapi hal itu, pemilik RSIA Annisa, dokter Maulana, menyampaikan rasa dukanya. Ia berjanji menyelidiki insiden ini lebih lanjut.
"Akan ditelusuri. Kami turut sedih dan berduka," ujar Maulana kepada wartawan. ***
BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com