INFOJAMBI.COM - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Putih Sari, mengungkapkan masih terdapat sejumlah permasalahan ketenagakerjaan di Provinsi Jambi, seperti kesenjangan antara kebutuhan industri dan kompetensi tenaga kerja lokal, terutama di sektor hilirisasi sumber daya alam.
Ia menilai, persoalan tersebut diperparah oleh minimnya pengawasan ketenagakerjaan akibat keterbatasan jumlah pengawas serta luasnya wilayah kerja.
Baca Juga: Puan : Putusan MK Soal Keterwakilan Perempuan di AKD Sejalan dengan Isu Kesetaraan Gender
"Provinsi Jambi dipilih sebagai salah satu lokasi kunjungan kerja Komisi IX DPR karena memiliki karakteristik ketenagakerjaan yang representatif terhadap tantangan di wilayah Sumatera bagian Tengah dan Selatan, " kata Putih Sari saat memimpin Tim Kunjungan Spesifik (Kunspek) Komisi IX di Gedung Pemerintah Provinsi Jambi, Senin (10/11/2025).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jambi Tahun 2024, jumlah angkatan kerja mencapai sekitar 1,95 juta orang, dengan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) sebesar 68,75 persen. Dari jumlah tersebut, sekitar 1,82 juta orang bekerja, sedangkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) tercatat sebesar 6,5 persen—sedikit lebih tinggi dibanding rata-rata nasional yang mencapai 5,2 persen.
Baca Juga: Pasca OTT Gubernur Riau, Puan Minta Kepala Daerah Harus Mawas Diri
Sebagian besar tenaga kerja di Jambi terserap di sektor pertanian, perkebunan, dan industri pengolahan berbasis sumber daya alam, seperti kelapa sawit dan karet. "Sektor-sektor tersebut cenderung masih didominasi oleh pekerja informal dan pekerja rentan tanpa perlindungan jaminan sosial, " kata Puti.
Di sisi lain, Putih menuturkan bahwa isu ketenagakerjaan yang belum sepenuhnya adil bagi pekerja di sektor perkebunan dan UMKM juga menjadi perhatian.
Baca Juga: Parlemen Remaja 2025 Momentum Lahirnya Pemimpin Masa Depan
Selain itu, masih terdapat dampak implementasi UU Cipta Kerja terhadap fleksibilitas hubungan kerja, status outsourcing, pengaturan waktu kerja, pesangon, serta perselisihan hubungan industrial (PHI) yang sering berlarut akibat lemahnya mekanisme penyelesaian di tingkat mediasi.
"Kunjungan kerja ini juga dimaksudkan untuk menjaring aspirasi dan masukan dari pemerintah daerah, serikat pekerja atau buruh, asosiasi pengusaha, akademisi, serta lembaga pengawasan dan penegakan hukum ketenagakerjaan di Provinsi Jambi, " ujarnya.
BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com