Peringatan Hari Buruh : Harapan & Suara Yang Terpinggirkan

Ribuan hingga jutaan buruh di Indonesia, dengan semangat bergelora memperingati hari buruh internasional, yang jatuh pada 1 Mei setiap tahunnya.

Reporter: - | Editor: Admin
Peringatan Hari Buruh : Harapan & Suara Yang Terpinggirkan
Anil Hakim

Oleh : Anil Hakim | Jurnalis & Pemerhati Sosial Politik

Ribuan hingga jutaan buruh di Indonesia, dengan semangat bergelora memperingati hari buruh internasional, yang jatuh pada 1 Mei setiap tahunnya. Berbagai aksi solidaritas seperti unjuk rasa, orasi serta parade dilakukan sebagai penghormatan dan perjuangan terhadap kaum buruh. 

Baca Juga: Pekan Olahraga untuk Menyegarkan Wartawan Profesional

Namun sayangnya, hari yang juga menjadi ulang tahun bagi para buruh itu, seringkali hanya menjadi seremonial tanpa menghasilkan dampak yang berarti. Aspirasi dan tuntutan yang digaungkan oleh para buruh hanya didengarkan dan diaminkan saat euforia peringatan hari buruh. Setelah itu hilang dan dilupakan.

Berdasarkan data dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), dua bulan pertama tahun 2025 atau tepatnya sampai Februari lalu, tercatat sudah 18 ribu lebih tenaga kerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Jumlah itu jauh lebih kecil, jika dibandingkan catatan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), yang menyatakan setidaknya sudah sekitar 60 ribu tenaga kerja yang menjadi korban PHK.

Baca Juga: Ancaman Globalisasi dan Pola Pendekatan ala Kodam XVI Pattimura

Fenomena ini tentu menyedihkan. Entah sudah berapa kali peringatan hari buruh dilaksanakan. Namun bukan membuat kesejahteraan para buruh meningkat, tetapi sebaliknya. Semakin tahun, nasib buruh justru semakin tidak menentu. Kondisi krisis ekonomi global dan kebijakan pemerintah Indonesia yang belum sepenuhnya berpihak kepada rakyat kecil, menjadikan kehidupan para buruh semakin terpuruk. 

Kebutuhan dasar seperti bahan pokok, tarif listrik dan air, tidak lagi cukup dipenuhi dengan gaji buruh. Biaya pendidikan anak dan jaminan kesehatan bagi keluarga, bahkan seperti menjadi angan belaka. Belum lagi dampak digitalisasi, inflasi, pasar bebas, perang dagang global, efisiensi, serta ancaman PHK kian membuat posisi kaum buruh terhimpit.

Baca Juga: Air Hujan menjadi Air Mata !!!!!

Hal ini menunjukkan, bahwa buruh sering kali tidak menjadi prioritas dalam kebijakan. Ketika ekonomi memburuk, pemerintah mengambil kebijakan agar ekonomi kembali bangkit, dengan memberi insentif dan kemudahan kepada investor dan korporasi besar. Tapi, hak-hak dan suara dari para kaum buruh justru terpinggirkan dan tidak diperhatikan.

Regulasi seperti Undang-Undang Cipta Kerja, yang disebut sebagai bentuk reformasi struktural, justru menimbulkan keresahan dan malah membuat daya tawar kaum buruh semakin lemah. Ini menunjukkan bahwa peringatan Hari Buruh belum memberikan dampak berarti untuk kesejahteraan para buruh. 

' May Day' atau peringatan hari buruh sudah seharusnya menjadi  momentum bagi pemerintah, para pengusaha atau penyedia lapangan kerja, untuk merefleksikan kembali posisi pekerja dalam sistem sosial dan ekonomi kita. Apakah sistem yang ada saat ini, sudah memberi rasa keadilan dan perlindungan bagi para buruh?

Buruh yang sering dikatakan tulang punggung perekonomian nasional, memberikan kontribusi besar terhadap pembangunan. Ketika buruh hidup dalam kondisi yang tidak layak, maka daya beli akan menurun, ketimpangan sosial meningkat dan stabilitas sosial menjadi terganggu.

Buruh bukan sekedar alat produksi atau mesin pencetak uang. Lebih dari itu, kaum buruh merupakan penggerak ekonomi, yang telah berkontribusi pada pembangunan nasional. Ini artinya setiap kebijakan ketenagakerjaan harus dievaluasi, berdasarkan sejauh mana ia membantu memperbaiki taraf hidup dan kesejahteraan kaum buruh.

Negara harus lebih proaktif dalam melindungi buruh dari eksploitasi. Hal ini dapat direalisasikan melalui kebijakan upah minimum yang realistis berdasarkan kebutuhan hidup layak, memperkuat jaminan sosial ketenagakerjaan, serta iklim kerja kondusif yang memenuhi rasa keadilan.

Pemerintah harus mulai menyusun kebijakan yang berpihak kepada kaum buruh, bukan semata demi kepentingan jangka pendek atau pertumbuhan ekonomi statistik. Pemerintah harus mulai berfokus pada pemerataan ekonomi untuk seluruh rakyat Indonesia, bukan sebatas pertumbuhan ekonomi bagi kalangan tertentu.

Sudah saatnya kita mendengar suara buruh. Bukan hanya hari ini, tapi setiap hari. Peringatan hari buruh bukanlah seremonial ataupun sekedar rutinitas tahunan layaknya liburan yang kita agendakan bersama keluarga. Hari buruh adalah pengingat akan janji-janji kemerdekaan yang belum terpenuhi dan dinikmati bagi seluruh rakyat Indonesia !

BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com

Berita Terkait

Berita Lainnya