Oleh: Dr. Fikri Riza, S.Pt., S.H., M.H. | Praktisi Hukum dan Ketua DPD FERARI Provinsi Jambi
PUBLIK kembali dikejutkan dengan fenomena yang perlu disikapi secara serius dalam perspektif hukum tata negara, yakni penempatan anggota aktif Ke polisian Republik Indonesia ( Polri) pada jabatan di luar struktur institusional kepolisian.
Baca Juga: Ketika Irjen Iriawan Mengamankan Demo 4 Nopember
Praktik semacam ini bukan hanya menyisakan persoalan etik, namun juga terang-terangan bertentangan dengan hukum positif yang berlaku di Indonesia.
Landasan hukum mengenai hal ini telah diatur secara jelas dalam Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Baca Juga: Evaluasi Fisik Personil, Polres Tanjabbar Rutin Gelar Kesjas
Dalam pasal tersebut disebutkan: "Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian."
Ketentuan ini bersifat normatif dan tidak membuka ruang tafsir ganda. Artinya, anggota aktif Polri tidak diperkenankan menduduki jabatan di luar institusi kepolisian kecuali telah resmi mengundurkan diri atau memasuki masa pensiun.
Baca Juga: Oh... Yodi Menjambret Karena Malu Sama Mertua
Lebih lanjut, penjelasan pasal tersebut menegaskan bahwa yang dimaksud dengan "jabatan di luar kepolisian" adalah jabatan yang tidak terkait dengan tugas dan fungsi Polri, atau tidak didasarkan pada penugasan dari Kapolri secara resmi.
Dengan demikian, apabila tidak ada surat tugas atau penugasan resmi dari Kapolri, dan yang bersangkutan belum pensiun maupun mengundurkan diri, maka keterlibatan dalam jabatan sipil atau institusi lain adalah pelanggaran terhadap hukum.
Hal ini selaras dengan prinsip yang berlaku pula di tubuh TNI. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia pada Pasal 47 ayat (1) menyatakan: "Prajurit dilarang terlibat dalam kegiatan politik praktis dan tidak menduduki jabatan sipil."
Kedua ketentuan ini mencerminkan semangat yang sama: menjaga netralitas dan profesionalitas aparatur keamanan negara. Pelibatan anggota Polri atau TNI aktif dalam jabatan sipil membuka peluang konflik kepentingan, mencederai prinsip netralitas, serta berpotensi menimbulkan keresahan hukum di tengah masyarakat.
Dalam konteks hukum tata negara, praktik semacam ini merupakan preseden buruk. Bahkan, dapat menjadi objek gugatan administratif terkait keabsahan jabatan yang diemban oleh anggota Polri aktif di luar ranah kewenangannya. Jika dibiarkan, kondisi ini akan mengikis fondasi negara hukum dan merusak marwah institusi negara.
Oleh karena itu, sudah seharusnya semua pihak, termasuk pimpinan Polri dan lembaga-lembaga negara lainnya, menjalankan dan menegakkan ketentuan hukum dengan tegas dan konsisten.
Aparat penegak hukum wajib menjadi teladan dalam ketaatan terhadap hukum, bukan malah menempati posisi yang melanggar ketentuan normatif yang ada.
Membiarkan pelanggaran ini tanpa tindakan sama saja dengan melemahkan integritas negara hukum yang menjadi pijakan utama demokrasi dan keadilan di Indonesia.***
BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com