Pembangunan Harus Pakai Nurani, Jangan Rakyat Dirugikan

Jalan angkutan batu bara yang dibangun PT SAS, persis di belakang rumah warga Aur Kenali.

Reporter: DOD | Editor: Admin
Pembangunan Harus Pakai Nurani, Jangan Rakyat Dirugikan
Jalan angkutan batu bara yang dibangun PT SAS, persis di belakang rumah warga Aur Kenali | ist

Pada kapasitas menengah, 3 juta ton per tahun, keuntungan meningkat menjadi Rp184 miliar per tahun, atau Rp1,84 triliun dalam sepuluh tahun. Namun, kerugian tetap berada di angka Rp3,4 triliun, sehingga selisih negatifnya mencapai Rp1,56 triliun. 

Bahkan, pada kapasitas maksimal, 5 juta ton per tahun, dengan potensi keuntungan Rp2,84 triliun dalam sepuluh tahun, kerugian kumulatif masyarakat tetap lebih tinggi, yakni Rp3,4 triliun. Selisih negatifnya masih Rp560 miliar.

Baca Juga: Angkutan Batubara : DPRD dan Pengamat, Minta Pemprov Anggarkan Untuk Jalan Khusus itu, Kalau Tidak Lolo...

Menurut Noviardi, dampak kesehatan menjadi salah satu komponen kerugian terbesar. Sekitar 50 ribu warga yang tinggal dalam radius 5 km dari lokasi, berpotensi terpapar debu batu bara setiap hari. 

Berdasarkan data BPJS Kesehatan, biaya pengobatan rata-rata pasien ISPA mencapai Rp1,5 juta per kasus. Jika 20 persen warga mengalami ISPA, minimal sekali dalam setahun, maka terdapat 10 ribu kasus dengan total biaya Rp15 miliar per tahun. 

Baca Juga: Angkutan Batubara : Polda Jambi Ajak Pemkab Batanghari Hadapi Bersama

Dalam 10 tahun, kerugian kesehatan bisa mencapai Rp150 miliar, belum termasuk penyakit kronis seperti bronkitis, asma, dan kanker paru.

Pencemaran air sungai yang menjadi sumber kehidupan warga, juga berpotensi menurunkan produksi ikan lokal. Jika 2.000 rumah tangga nelayan kehilangan pendapatan Rp500 ribu per bulan, maka kerugian mencapai Rp12 miliar per tahun, atau Rp120 miliar dalam 10 tahun.

Baca Juga: Melihat Performance Bank Jambi Dalam Indikator GRC

Sementara itu, penurunan nilai properti di sekitar lokasi proyek, juga menjadi kerugian signifikan. Studi menunjukkan, properti di dekat sumber polusi industri mengalami penurunan nilai 20–30 persen. 

Jika terdapat 1.000 rumah dengan nilai rata-rata Rp500 juta, maka total aset properti mencapai Rp500 miliar. Penurunan konservatif sebesar 20 persen menghasilkan kerugian Rp100 miliar. Jika tren ini berlanjut selama 10 tahun, akumulasi kerugian bisa mencapai Rp1 triliun.

Noverdi mengatakan, bila seluruh komponen kerugian —kesehatan Rp150 miliar, infrastruktur Rp800 miliar, ekologi Rp120 miliar, dan properti Rp1 triliun— dijumlahkan, total kerugian nyata yang dapat diukur mencapai Rp2,07 triliun. 

Angka ini semakin mendekati estimasi kumulatif Rp3,4 triliun, jika memasukkan biaya sosial akibat konflik, penurunan kualitas hidup, dan risiko ekologis jangka panjang.

Dari kalkulasi rasionalnya, Noviardi menyimpulkan, proyek stokfile dan TUKS PT SAS bukanlah berkah, melainkan beban bagi masyarakat Jambi. Investasi yang digadang-gadang membawa keuntungan, justru bisa menjerumuskan warga pada kerugian jangka panjang. Nilainya berkali lipat lebih besar.

Noviardi menyerukan agar pemerintah daerah bersikap tegas, menolak investasi yang tidak sejalan dengan tata ruang, melanggar prinsip keberlanjutan, dan merugikan rakyat yang seharusnya menjadi pemilik sah ruang hidup Kota Jambi. ***

BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com

Berita Terkait

Berita Lainnya