Kerja Sama RSPO-ISPO Kunci Menuju Inklusi, Pekebun dalam Ekosistem Sawit Berkelanjutan

The Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) bersama Pemerintah Provinsi Jambi dan pemerintah kabupaten, serta organisasi setempat meluncurkan sebuah program nota kesepahaman (MoU)

Reporter: Din | Editor: Doddi Irawan
Kerja Sama RSPO-ISPO Kunci Menuju Inklusi, Pekebun dalam Ekosistem Sawit Berkelanjutan


Kendala dalam Melakukan Inklusi Pekebun

RSPO dan ISPO memiliki kendala yang sama dalam memberikan insentif kepada pekebun untuk memproduksi sawit berkelanjutan yang bersertifikat. Salah satunya adalah persyaratan pendaftaran lahan secara resmi sebelum dilakukannya proses sertifikasi, di mana hal ini bergantung pada kapasitas dan sumber daya pihak ketiga yang membantu pekebun. Kendala lain yang menghambat pekebun swadaya dalam mengajukan sertifikasi adalah rumitnya persyaratan untuk mematuhi dokumen-dokumen legalitas lahan.

“Terlepas dari upaya yang saat ini masih dilakukan untuk melibatkan dan memberi insentif bagi pekebun agar mengadopsi standar keberlanjutan, hal ini belum cukup untuk mendorong terjadinya inklusi pekebun secara masif yang dibutuhkan dalam mencapai misi RSPO,” ujar Guntur.

Dengan beralih dari pendekatan yang dapat digunakan untuk semua keadaan (one size fits all) ke strategi yang lebih terfokus dan berorientasi pada dampak, disertai model yang dirumuskan dengan baik dan terukur di kawasan-kawasan dan negara utama seperti Indonesia, RSPO hendak menyesuaikan jasa yang diberikannya kepada pekebun swadaya.

Menanggapi kendala ini, Dewan Gubernur RSPO meminta Sekretariat RSPO menjajaki potensi kerja sama dengan standar nasional. Sekretariat RSPO mengusulkan diberikannya dukungan teknis kepada petani agar dapat memperoleh sertifikat nasional karena dukungan ini membantu petani, khususnya di Indonesia, untuk bergabung dalam program yang memfasilitasi perolehan legalitas lahan.

ISPO telah memiliki kapasitas sendiri untuk mendukung petani dalam mendapatkan legalitas lahan untuk perkebunan sawit, tetapi kewenangannya masih dipegang oleh pemerintah daerah yang dalam hal ini masih memerlukan dukungan agar dapat memenuhi standar nasional.

Oleh karena itu, Dewan Gubernur RSPO telah menyetujui alokasi dukungan teknis kepada pekebun swadaya dengan menggunakan standar nasional. Penerapan program ini membutuhkan kerja sama berbagai pihak terkait di Indonesia untuk mendapatkan dukungan, termasuk di tingkat provinsi.

“Kolaborasi yang dilakukan dengan pemerintah daerah merupakan kunci untuk menciptakan keadaan yang dapat membantu mendorong peningkatan jumlah pekebun yang bisa memasuki sektor sawit yang berkelanjutan,” ujar Guntur.

MoU ini bertujuan untuk membantu mendorong proses kerja sama agar pekebun dapat menerapkan agenda keberlanjutan dengan mendukung kepatuhan terhadap standar keberlanjutan nasional melalui sertifikasi ISPO.

Ia menambahkan bahwa dalam merancang MoU, terlihat jelas pemerintah
memegang kunci transformasi pasar, dan persyaratan hukum saat ini sangat membebani pekebun swadaya.

RSPO bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jambi yang akan memfasilitasi pengambilan data untuk memenuhi persyaratan legal pekebun, serta dengan Pemerintah Kabupaten Tebo, Tanjung Jabung Barat, dan Sarolangun, yang akan mengkoordinasikan penerbitan Surat Tanda Daftar Usaha Perkebunan untuk Budidaya (STD-B) dan Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan Hidup (SPPL).

Para pihak tersebut juga akan menyediakan fasilitator setempat untuk melatih dan membantu pekebun swadaya dalam menerapkan praktik perkebunan sawit yang sesuai dengan standar ISPO. LSM asal Jambi, SETARA, juga akan ikut mendukung penerapan praktik ini di tingkat lokal.

Bersambung ke halaman berikutnya

BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | INSTALL APLIKASI INFOJAMBI.COM DI PLAYSTORE

Berita Terkait

Berita Lainnya