Oleh : Dr. Noviardi Ferzi | Pengamat Ekonomi dan Kebijakan Publik
PEMERINTAH kerap mengulang klaim bahwa tambang batu bara menyerap sekitar 69 ribu tenaga kerja di Jambi. Angka ini dijadikan pembenaran seolah tambang memberi manfaat besar bagi masyarakat.
Baca Juga: Jangan Ragukan Saran Usman Ermulan, Pucuk Dicinta Ulam Pun Tiba
Namun, fakta di lapangan justru menunjukkan bahwa jumlah warga yang menderita akibat tambang jauh lebih besar, bahkan bisa mencapai ratusan ribu orang.
Di Sarolangun, rumah-rumah warga Dusun Padang Birau retak akibat getaran alat berat, diselimuti debu, dan terus dihantui suara bising tambang.
Baca Juga: Bupati Fadhil Berikan Fasilitas ke Investor asal Singapura
Di Batanghari, masyarakat Desa Durian Luncuk mengeluhkan pencemaran udara yang memicu iritasi mata dan gangguan pernapasan.
Sungai Pemusiran di Sorolangun yang dulunya menjadi sumber air kini tak lagi bisa digunakan karena tercemar limbah tambang. Bahkan di Tanjung Jabung Barat, rumah warga nyaris ambruk akibat aktivitas perusahaan tambang.
Baca Juga: Al Haris Ingatkan Para Sopir Truk Batu Bara Tertib dan Disiplin
Kerugian lebih besar dirasakan di jalan raya. Setiap hari sekitar 12.123 truk batubara melintasi jalan nasional sepanjang ±223 kilometer dari Sarolangun hingga Pelabuhan Talang Duku.
Dampaknya bukan hanya kerusakan jalan dan kemacetan parah, tetapi juga kecelakaan yang merenggut nyawa. Sejak 2017 hingga Juli 2022, tercatat 116 orang meninggal dunia akibat truk tambang batubara.
Belum lagi kerugian infrastruktur besar seperti jembatan Batanghari I dan II maupun Gentala Arasy yang beberapa kali nyaris rusak karena dihantam tongkang, dengan biaya perbaikan miliaran rupiah yang ditanggung dari uang publik.
Dampak ekologis pun semakin nyata. Hilangnya tutupan hutan akibat tambang dan pembukaan jalan tambang telah memperparah banjir dan longsor di berbagai daerah.
Data tahun 2024 mencatat sedikitnya 21.578 rumah di 165 desa di empat kabupaten/kota terendam banjir dan longsor, dengan lebih dari 68 ribu jiwa terdampak langsung.
Ini belum termasuk warga Aur Kenali, Kota Jambi, yang kini resah karena rencana pembangunan jalan tambang dan stockpile di rawa penampung air yang berpotensi memperbesar banjir di kawasan permukiman mereka.
Angka-angka tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa yang menikmati keuntungan tambang hanyalah segelintir orang. Sementara itu, puluhan ribu rumah rusak atau terendam, puluhan ribu keluarga kehilangan kenyamanan hidup, puluhan ribu jiwa jatuh sakit atau terdampak bencana, hingga ratusan orang meregang nyawa.
Jika semua kerugian sosial, ekologis, kesehatan, dan infrastruktur ini dihitung secara jujur, maka jelas jumlah korban tambang jauh melampaui angka 69 ribu pekerja yang sering dibanggakan pemerintah.
Maka, narasi bahwa tambang batu bara adalah penopang kesejahteraan rakyat Jambi hanyalah mitos. Kenyataannya, tambang lebih banyak melahirkan krisis sosial dan ekologis ketimbang menghadirkan kemakmuran. ***
BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com