Terpilihnya Ebrahim Raisi Dianggap Kabar Buruk, Israel Nyalakan Tanda Bahaya

| Editor: Ramadhani
Terpilihnya Ebrahim Raisi Dianggap Kabar Buruk, Israel Nyalakan Tanda Bahaya
Ebrahim Raisi. (Ist)

Editor: Rahmad



INFOJAMBI.COM - Terpilihnya hakim garis keras Ebrahim Raisi sebagai Presiden Iran ditanggapi buruk oleh berbagai pihak.

Salah satunya adalah Amnesty International yang pernah melaporkan pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia oleh Raisi.

"Terpilihnya Raisi adalah catatan bahwa impunitas masih bertahan di Iran," ujar Sekretaris Jenderal Amnesty International, Agnes Callamard, dikutip dari kantor berita Reuters, Minggu (20/6/2021).

Di Iran, Raisi dikenal untuk banyak hal. Selain sebagai salah satu penentang pengaruh Barat dan loyalis Pemimpin Agung Ayatollah Ali Khamenei, dia juga dikenal sebagai hakim yang gemar memberikan eksekusi mati.

Selama menjadi hakim, ia dilaporkan sudah mengetok palu eksekusi mati untuk kurang lebih 5000 orang. Mayoritas di antaranya adalah tahanan politik yang dieksekusi di tahun 1988.

Menurut kabar yang beredar, mereka yang mati karena vonis dari Raisi dimakaman di kuburan massal tersembunyi dan tanpa tanda.

Organisasi dan aktivis HAM khawatir Raisi akan mengulanginya, kali ini sebagai presiden.

Selain Amnesty International, organisasi yang juga khawatir akan terpilihnya Raisi adalah Dewan Pemberontakan Iran yang berbasis di Paris.

Presiden organisasi tersebut, Maryam Rajavi, mengatakan kemenangan Raisi sebagai pertanda bahwa rezim represif di Iran akan bertahan.

Rajavi menjelaskan, rezim itu akan bertahan karena Raisi terpilih berkat sokongan Khamenei yang dikenal represif.

Khamenei, kata ia, berupaya keras menyingkirkan pesaing-pesaing Raisi agar loyalisnya itu menang mudah dan bisa dipersiapkan sebagai calon penerusnya. Walhasil, menurut Rajavi, tidak akan ada perubahan signifikan di Iran.

"Ebrahim Raisi, dalang pembantaian 1988 dan pembunuh Mujahidin-e Khalq, adalah upaya terakhir Khamenei untuk mempertahankan rezimnya. Khamenei memasang Raisi, salah satu penjahat kemanusiaan terkejam sejak Perang Dunia II, sebagai presiden," ujar Rajavi.

Di Iran, para aktivis pro-reformasi khawatir Raisi akan mulai menyasar mereka. Jika hal itu terjadi, mereka yakin bakal berakhir di penjara seperti sebelum-sebelumnya.

"Saya takut dan saya tidak ingin kembali ke penjara lagi. Saya yakin berbagai bentuk perlawanan atau protes tidak akan ditolerir (oleh administrasi Raisi)," ujar Hamidreza, aktivis yang sempat dipenjara tahun 2019 karena terlibat unjuk rasa menentang kenaikan harga bensin.

Sementara itu, Israel bereaksi atas kemenangan Ebrahim Raisi dalam pemilihan presiden Iran.

Israel mengatakan masyarakat internasional harus memiliki keprihatinan serius dengan terpilihnya Raisi.

Israel mengatakan Raisi adalah presiden paling ekstrem dan akan meningkatkan aktivitas nuklir Iran .

“Presiden baru Iran, yang dikenal sebagai Jagal Teheran, adalah seorang ekstremis yang bertanggung jawab atas kematian ribuan orang Iran. Dia berkomitmen pada ambisi nuklir rezim dan kampanye teror globalnya,” kata Menteri Luar Negeri Israel Yair Lapid di Twitter yang dikutip dari Arab News, Minggu (20/6/2021).

Sementara pendapat yang sama juga diungkapkan juru bicara kementerian luar negeri Israel Lior Haiat dalam utas Twitter yang kritis.

"Dia adalah tokoh ekstremis, yang berkomitmen pada program nuklir militer Iran yang berkembang pesat," katanya seperti dikutip dari BBC.

Dalam utas Twitter-nya, Lior Haiat menyebut Raisi sebagai "jagal Teheran", mengacu pada eksekusi massal ribuan tahanan politik pada tahun 1988.

Raisi adalah salah satu dari empat hakim, yang kemudian dikenal sebagai "komite kematian", yang diduga menghukum mati sekitar 5.000 pria dan wanita, kata Amnesty International.

Namun, dalam kicauannya, Haiat mengatakan lebih dari 30.000 orang tewas, jumlah yang juga dirujuk oleh kelompok hak asasi manusia Iran.

Ebrahim Raisi dinyatakan sebagai pemenang pemilu presiden iran pada Sabtu, dalam perlombaan yang secara luas dipandang dirancang untuk kemenangannya.

Raisi adalah hakim tertinggi Iran dan memiliki pandangan ultra konservatif.

Ia akan dilantik pada Agustus mendatang dan menjadi presiden Iran pertama yang menjabat saat berada di bawah sanksi Amerika Serikat (AS) dan telah dikaitkan dengan ekskusi tahanan politik di masa lalu.

Diberitakan sebelumnya, Raisi menang telak dari kedua pesaingnya, Mohsen Rezaei dari kubu konservatif dan Abdolnaser Hemmati dari kubu teknokrat. Dari 28,6 juta suara yang masuk, Raisi berhasil mengumpulkan 17,8 juta suara.

Baca Juga: Presiden Terpilih Iran Ogah Ketemu Joe Biden, Anggap AS 'Setan Besar'

BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | INSTALL APLIKASI INFOJAMBI.COM DI PLAYSTORE

Berita Terkait

Berita Lainnya