Mendukung Capres Harus Berdasarkan Kinerja, Bukan Mahar

| Editor: Wahyu Nugroho
Mendukung Capres Harus Berdasarkan Kinerja, Bukan Mahar

Laporan Bambang Subagio



INFOJAMBI.COM - Anggota Fraksi PDIP Perjuangan Irma Suryani Chaniago mengingatkan dukungan kepala daerah pernah dilakukan ketika Pemilu 2014. Saat itu Gubernur dan Wagub Jabar Ahmad Heryawan dengan Deddy Mizwar menjadi juru kampanye capres cawapres Prabowo-Hatta Radjasa.

"Bicara etika dan rasa malu. Saya ingin mengingatkan saja, apakah kedua orang itu mempunyai etika dan rasa malu? Kedua masalah hukum atau undang-undang sudah menyatakan bahwa boleh, Kenapa harus diperdebatkan lagi?, " ujar Irma dalam dialog empat pilar bertema "Etika Politok Kampanye bagi Kepala Daerah" bersama anggota Komisi III FPKS Nasir Djamil dan pengamat politik Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago di media center Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (17/9/2018).

Hal ketiga, terkait dukungan kepala daerah kepada capres dalam sebuah Pemilu terbagi ada tiga kelompok. Pertama setuju, kedua tidak setuju dan ketiga setuju dengan catatan.
Namun Irma mengaku dirinya belum pernah melihat datanya.

"Mana yang nggak setuju, mana yang tidak setuju dan mana yang setuju dengan catatan harus ada data. Ini yang ingin saya sampaikan pada teman-teman semua, " ujar politisi Fraksi Partai Nasdem itu.

Namun Irma mengaku, dia sependapat dengan Nasir Djamil dukungan kepala daerah diperbolehkan sepanjang bukan bersifat pragmatis. "Tidak boleh pragmatis juga. Jangan karena pragmatisme mereka mendukung, kalau mendukung itu harus dengan ikhlas, harus berdasarkan kinerja, " kata anggota Komisi IX DPR itu.

Irma mencontohkan Presiden Jokowi kinerjanya dinilai bagus selama empat tahun kepemimpinannya dan
sudah banyak karya pembangun yang dihasilkan mantan Gubernur DKI dan Walikota Solo itu. Selanjutnya fakta itu dikemukakan oleh gubernur atau bupati/walikota memang benar, daerah dibangun dari Sabang sampai Merauke dan mereka menyatakan dukungannya.

"Nah itu pantas, tapi kalau dia mendukung karena pragmatisme. Misalnya dulu kamu sudah saya kasih kursi, sudah saya beli kursi. Kamu sudah bayar saya, ngga perlu lagi mengkampanye kan calonnya dong. Berarti ada mahar di situ, " ujar Irma.

Menyinggung adanya mobilisasi massa, Irma menilai tidak masalah. "Kenapa harus diributin sekarang? Tahun 2004 dan 2014 udah terjadi kok. Kenapa nggak ribut dulu 2004 tahun 2014, kenapa baru sekarang ributnya, jangan karena panik terus ribut, nggak pas juga dong. Yang penting tak merugikan negara, " ujar Irma.

Nasir Damil juga mengakui tak ada aturan yang dilanggar kepala daerah mendukung capres tertentu. Hanya kepala daerah itu akan mengalami kendala psikologis karena kalau tidak kampanye akan merasa salah mengingat maju pilgub didukung parpol. “Istilahnya ada ubi ada talas, sehingga ada budi ada balas,” katanya.

Pangi mengatakan dukungan kepala daerah itu murni karena melihat prestasi capres atau dalam upaya mencari aman dari jeratan hukum. Terlepas hal itu, Pangi menyarankan apabila kepala daerah ingin berkampanye sebaiknya dilakukan secara edukatif.

“Kampanye tanpa memobilisasi massa. Sebab gubernur milik masyarakat dan kalau yang didukung kalah tak ada masalah,” ujarya.***

Editor Wahyu Nugroho

Baca Juga: Legislator Nasdem : Stop Ibadah Dijadikan Kampanye Politik

BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | INSTALL APLIKASI INFOJAMBI.COM DI PLAYSTORE

Berita Terkait

Berita Lainnya