Penulis: Doddi Irawan | Jurnalis tinggal di Aur Kenali
KADANG yang bikin gaduh bukan suara demo, tapi suara rakyat yang tak didengar. Di Aur Kenali, Kota Jambi, warga sudah bicara dengan lantang, menolak keras pembangunan jalan angkutan batu bara dan stockpile di wilayah mereka.
Baca Juga: Ketua JMSI Jambi Harap PWI Batanghari Kompak dan Bersinergi
Warga tidak anti pembangunan, tapi karena tahu persis dampaknya. Debu, bising, dan ancaman terhadap ruang hidup yang selama ini mereka jaga. Penduduk Aur Kenali sangat padat. Banyak anak-anak. Banyak sekolahan.
Pemerintah akhirnya menghentikan sementara proyek itu. Langkah ini patut diapresiasi, meski belum sepenuhnya menjawab keresahan warga.
Baca Juga: Hendrar Prihadi: Semarang Maju Berkat Bantuan Media Massa
Di balik keputusan itu, ada polemik lebih dalam. Soal rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang menjadi dasar lokasi stockpile. Tapi, mari jujur, apa gunanya aturan, kalau mengabaikan suara orang-orang yang akan terdampak langsung?
Kedaulatan rakyat lebih tinggi dari sekadar dokumen perizinan. RTRW bisa direvisi, tapi kerusakan lingkungan dan hilangnya rasa aman warga tidak semudah itu diperbaiki.
Baca Juga: Sah, JMSI Kini Siap Gelar Uji Kompetensi Wartawan
Pemerintah, terkait stockpile batu bara di Aur Kenali, bukan pemilik proyek. Mereka pelayan masyarakat. Kalau rakyat bilang tidak, tugas pemerintah bukan membujuk, apalagi menekan, tapi mendengar dan menyesuaikan.
Pembangunan yang baik bukan yang mulus di atas kertas, tapi yang tumbuh bersama kepercayaan warga. Aur Kenali bukan sekadar titik di peta, tapi rumah bagi banyak orang. Rumah, seperti kita tahu, bukan tempat untuk kompromi yang merugikan.
Jadi, kalau hari ini warga berdiri tegak menolak, itu bukan bentuk perlawanan. Itu bentuk cinta terhadap tempat tinggal mereka. Cinta, seperti halnya demokrasi, layak dihormati.
BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com