Tanpa Hilirisasi Ekonomi Jambi Tidak Akan Naik Kelas

SOAL pelabuhan orang bicara hilirisasi, tanpa itu sulit ekonomi akan terdongkrak.

Reporter: _ | Editor: Admin
Tanpa Hilirisasi Ekonomi Jambi Tidak Akan Naik Kelas
Dr.Noviardi Ferzi

Oleh : Dr. Noviardi Ferzi | Pengamat Ekonomi

 

Baca Juga: Info Lebaran : Dishub Tanjabbar Jamin Aman Kelayakan Armada Mudik

SOAL pelabuhan orang bicara hilirisasi, tanpa itu sulit ekonomi akan terdongkrak. Kali ini fakta menunjukkan bahwa peringkat ekonomi provinsi Jambi dalam skala nasional tidak pernah netral.

Data 10 provinsi “Raja Ekonomi” Indonesia yang dirilis media nasional tersebut menunjukkan struktur ekonomi Indonesia digerakkan oleh provinsi yang tidak hanya memiliki sumber daya, tetapi melakukan hilirisasi dan industrialisasi secara progresif. 

Baca Juga: Zola Dorong Pembangunan Pelabuhan Muara Sabak dan Bandara Kerinci

Inilah titik kritis saat Provinsi Jambi tidak bisa berharap naik kelas hanya dengan mengekspor CPO mentah, karet mentah dan batubara mentah. Bila Jambi tidak masuk ke era nilai tambah, maka pertumbuhan tinggi itu akan selamanya fiktif dan terus berada di pinggiran deretan provinsi pemain utama ekonomi nasional.

Literatur akademik sudah sangat tegas. Hilirisasi sumber daya terbukti berkontribusi terhadap peningkatan PDRB dan daya saing wilayah. Studi terbaru dalam Resources Policy (Suhendra & Ridwan, 2024) menunjukkan bahwa provinsi yang melakukan hilirisasi mineral dan kelapa sawit memiliki rata-rata kenaikan value added hingga 28–40 persen dibanding daerah yang hanya mengandalkan raw exports.

Baca Juga: Kapolda Cek “Pelabuhan Tikus” di Tanjabbar

Jurnal yang sama juga menegaskan, hilirisasi adalah prasyarat industrial upgrading di daerah. Ini artinya, semakin Jambi menunda industrialisasi — semakin mahal ongkos ketertinggalannya.

Isu Jambi hari ini justru bukan kurang sumber daya, tetapi “keterjebakan ekstraktivisme”. Jambi hari ini masih hidup sebagai provinsi eksportir bahan mentah. Karet kita dikirim mentah, sawit kita dikirim mentah, batubara kita kirim mentah. Padahal tren riset ekonomi daerah sangat jelas: daerah berbasis komoditas mentah memiliki kerentanan pertumbuhan karena volatilitas harga, disebut sebagai “resource volatility trap” (Afifah & Haroon, Journal of Economic Structures, 2023).

Selama Jambi berada dalam struktur ekonomi raw resource exporter — maka peringkat ekonomi Jambi akan semakin tertinggal di belakang provinsi yang sudah berani industrialisasi.

Bank Dunia (2023) pun menegaskan hal yang sama bahwa daerah penghasil sumber daya harus menggeser fokus dari “extract and ship” menjadi “process and industrialize”. Inilah titik balik. Di level global, model ekonomi resource-based tidak pernah berhasil tanpa industrialisasi.

Karena itu, pertanyaannya bukan semata “Jambi ada di peringkat berapa?”. Pertanyaan yang lebih strategis adalah: apakah Jambi memilih menjadi pemain kelas utama ekonomi nasional atau tetap jadi pemasok bahan mentah murah bagi pusat industri di luar Jambi?

Jambi membutuhkan keberanian politik dan arah kebijakan ekonomi yang tegas, karena hilirisasi adalah pintu masuk untuk membuat Jambi naik kelas ekonomi. Tanpa itu, Jambi akan terus tertinggal.

Jambi akan menjadi provinsi yang menyaksikan provinsi lain mendominasi peringkat ekonomi nasional, sementara dirinya hanya menjadi penonton — meski punya sumber daya, namun gagal mengubahnya menjadi nilai tambah. Meski, batubara kita digenjot habis produksi dari 11 juta ton, jadi 30 juta pertahun, sekalipun, tidak akan membuat pertumbuhan kita melesat. ***

BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com

Berita Terkait

Berita Lainnya