Oleh: Putri Arvina
MASALAH perebutan atau klaim wilayah di beberapa negara menjadi suatu masalah yang rumit dan sering kali menimbulkan konflik antar negara.
Baca Juga: Waspadai Konsekuensi Kesepakatan Indonesia - China tentang Wilayah Maritim
Konflik Laut China Selatan belum terselesaikan yang melibatkan 4 negara Asean (Filipina, Vietnam, Malaysia dan Brunei Darussalam). Alasan Laut China Selatan diperebutkan karena memiliki sumber daya alam yang menjanjikan.
Indonesia melindungi wilayah lautnya agar terhindar dari konflik batas maritim dengan negara lain di perairan Natuna yang dilakukan China. Ketidaktaatan China mengeluarkan nine dash line.
Baca Juga: Joint Statement Indonesia - China Terkait Laut Natuna Utara
Hal ini menjadi sorotan media di dunia, terutama di wilayahnya sendiri. China menyatakan hubungannya baik dengan Indonesia, tidak melakukan sengketa LCS atau kasus illegal fishing.
Sedangkan media di Indonesia menyoroti ulah China yang melakukan penangkapan ikan secara ilegal, terkait joint statement pemerintah China dan Indonesia mengenai kerja sama maritim, usai Presiden Prabowo Subianto bertemu Presiden Xi Jinping, di Beijing, 9 November 2024.
Baca Juga: Indonesia Menyetujui Overlapping Claim Join Statement dengan China : Merugikan atau Menguntungkan?
Isi joint statement itu dinilai banyak pihak berkaitan erat dengan posisi Indonesia terkait laut China Selatan.
RI dan China mengeluarkan pernyataan. Dalam poin 9 kesepakatan tersebut disampaikan, kedua negara akan membuat titik terang dalam kerja sama maritim, termasuk klaim mengenai tumpang tindih yang bertujuan meningkatkan kerja sama, saling menghormati, kesetaraan dan saling menguntungkan sesuai peraturan hukum masing-masing.
Kedua pemimpin negara itu memastikan hasil kerja sama ini dapat menguntungkan kedua negara dan masyarakatnya.
Namun, dalam hal ini pengakuan klaim sepihak China juga tak sesuai perundingan perbatasan zona maritim yang selama ini dilakukan.
Indonesia sebelumnya juga tidak pernah melakukan perundingan maritim dengan China, karena dalam peta Indonesia tidak dikenal 10 wilayah garis putus yang diklaim sepihak oleh China.
Takutnya negara-negara yang berkonflik dengan China sebagai akibat klaim sepihak 10 garis putus seperti Vietnam, Malaysia, Filipina dan Brunei akan mempertanyakan posisi Indonesia. China juga bisa memiliki untung besar di area Natuna bagian utara.
Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Indonesia juga mengeluarkan pernyataan, kesepakatan bersama tersebut tidak dapat dimaknai sebagai pengakuan atas klaim “Nine-Dash-Lines”. Indonesia selama ini menganggap China tidak sesuai dengan hukum laut PBB atau UNCLOS 1982.
Sebelumnya, pada tahun 2016 silam, Pengadilan Arbitrase PBB pernah menolak klaim teritorial China atas Laut China Selatan, dengan menyatakan “tidak ada dasar hukum” pengawasan kawasan maritim yang luas tersebut.
Padahal, hingga pemerintahan Joko Widodo berakhir, Indonesia tidak mengakui klaim sepihak tentang 10 garis putus dari China. Adanya joint statement 9 November lalu, berarti Indonesia telah mengakui klaim sepihak China atas 10 garis putus(ten-dash line).
Setelah menerima banyak kritikan, Presiden Prabowo angkat suara mengenai Laut China Selatan. Prabowo memberi penegasan dan menghormati terhadap Laut China Selatan, dan tetap mempertahankan kedaulatan.
“Laut China Selatan (LCS) kita bahas, saya katakan kita ingin kerja sama dengan semua pihak. Kita menghormati semua kekuatan, tapi kita juga akan tetap mempertahankan kedaulatan kita,” kata Presiden Prabowo dalam keterangan pers, di Washington DC, Amerika Serikat, Kamis (14/11/2024).
Sebenarnya, keputusan ini banyak menimbulkan kekhawatiran atau ancaman kedepan bagi bagsa Indonesia atas klaim tumpang tindih antara Indonesia dan China.
Takutnya China bisa mengklaim bahwa Indonesia jatuh di tangannya. Tumpang tindih ini bisa menjadi tantangan kompleks yang memerlukan solusi jangka panjang.
Tetapi Indonesia meyakini kerja sama ini akan mendorong penyelesaian Code of Conduct (CoC) dengan LCS yang bisa menciptakan stabilitas kawasan, dan juga khususnya Konvensi Hukum Laut 1982/UNCLOS maupun perjanjian bilateral tentang status hukum perairan atau batas maritim, peraturan tentang tata ruang laut.
Dengan konteks ini, kita memiliki harapan agar Indonesia senantiasa dapat berupaya menjaga kedaulatan dan kepentingan nasionalnya, serta memperkuat kerja sama dengan negara ASEAN dan negara-negara pantai LCS untuk menjaga stabilitas dan keamanan kawasan. ***
(tugas kuliah, isi tulisan dan sumber foto bukan tanggung jawab redaksi)
BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com