Dibuang di UU Pers, Dipunggut  ke dalam KUHP, Wina : KUHP  Diberlakukan Erma Yulihastin, Bakal Ditangkap.

Dibuang di UU Pers, Dipunggut  ke dalam KUHP, Wina : KUHP  Diberlakukan Erma Yulihastin, Bakal Ditangkap.

Reporter: Rel.. | Editor: Admin
Dibuang di UU Pers, Dipunggut  ke dalam KUHP, Wina : KUHP  Diberlakukan Erma Yulihastin, Bakal Ditangkap.
Ahli Hukum Pers dan Kode Etik Jurnalistik, Wina Armada Soekardi || Foto : Ist
Kalau ada orang atau pihak yang merasa diberitakan dengan tidak pasti, berlebih-lebihan dan tidak lengkap” mengenai dirinya atau badan hukum atau organisasi miliknya, dan melaporkan kepada penegak hukum, siapa yang pantas dan layak menafsirkan berita atau  informasi semacam itu? Kalau sudah dilaporkan ke penyidik, pastilah  pemaknaan itu berada di tangan penyidik.  

Beranikah Melawan Pejabat Tinggi ?

Masalahnya, jika yang melaporkannya petinggi pemerintah, dan atau pengusaha gede, beranikah penyidik menolaknya? Tanpa berpraduga negatif, diragukan ada penyidik yang berani menolak laporan pejabat tinggi pemerintah dan atau pengusaha gede soal ini. Apalagi sebelum melapor mereka biasanya sudah lebih dahulu “koodinasi” dengan pihak penyidik.

Baca Juga: UU Pers Tidak Perlu Masuk Omnibus Law

Lalu bagaimana jika hal itu dilakukan oleh pejabat pemerintah sendiri? Misal pada kasus Fredy Sambo pihak Polri yang sebelumnya masih percaya kepada Sambo, lantas menyiarkan berita penembakan oleh Sambo berdasarkan informasi dari Sambo. Faktanya, tidak demikian. Berarti ada informasi yang “tidak pasti, berlebih-lebih dan tidak lengkap.” Apakah pejabat Polri dapat berlindung di balik “menjalankan perintah perundang-undangan?” 

Demikian juga Erma yang sudah menyebarkan  berita yang “tidak pasti, berlebih-lebihan dan tidak lengkap” sehingga sampai begitu menggetarkan masyarakat banyak, tetapi ternyata meleset jauh?  Adakah dia dapat berlindung di balik ketentuan kekebalan  “menjalankan tugas sesuai perundang-undangan?”

Baca Juga: KUHP Baru Tertinggal Dua Abad, Bagir Manan : Bagi Pers yang Berlaku Tetap UU Pers

Ini belum soal tafsir “dapat menimbulkan kerusuhan.” Rumusan ini jelas, tidak perlu benar-benar terjadi kerusuhan. Cukup  jika dinilai   “dapat” menyebabkan “kerusuhan di masyarakat” sudah cukup memenuhi pasal ini. Pihak yang dituding sudah dapat dijerat pasal ini. Kemungkinan “kerusuhan semacam apa” yang bakal terjadi, dalam rumusan ini menjadi sudah tidak penting lagi.
Begitu  dianalisis pihak berwenang  “dapat terjadi kerusuhan” langsung dapat dipakai untuk memenuhi unsur “dapat menimbulkan kerusuhan.”

Sudah “dibuang”   UU Pers

Baca Juga: Dewan Pers Serahkan Draf Perpres Media Berkelanjutan ke Dirjen IKP, Wina Armada : Saya Menolak Draf Publisher Right Platform Digital itu.

Jika pasa 264  KUHP diterapkan untuk pers lebih rumit lagi. Pastilah banyak pers yang akan diadili  karena telah membuat berita yang “tidak pasti, berlebih-lebihan dan tidak lengkap.”  Sama sekali tidak ada parameter  apa itu berita  “yang tidak pasti, berlebih-lebihan dan tidak lengkap.”

Waktu kejuaraan dunia sepak bola lalu, begitu banyak pers membuat “analisis” dan atau “prediksi” terhadap kemungkinan kesebelasan negara mana yang bakal juara. Demikian juga jika ada  pertandingan antara negara yang menarik, muncul berbagai ulasan dengan ragam  sudut pandang dan data yang berkaitan. Hasilnya? Sebagian “prediksi” itu meleset jauh alias tak terbukti sama sekali. Padahal dari kasus berita sepak bola pun dapat mendatangkan kerusuhan. 

Jika tiga tahun lagi KUHP baru sudah berlaku, pekerjaan pers yang semacam ini boleh jadi ada yang menafsirkan pers juga dapat dikenakan pada 264 KUHP  ini, sehingga pers pun dapat ditahan, diadili dan dihukum! Maka bakal banyak insan pers yang bakalan terkena hukumnya.

Masyarakat pers sendiri sudah sejak awal menyatakan pasal ini termasuk salah satu pasal yang bermasalah untuk menegakkan masyarakat demokrasi , terutama untuk pelaksanaan kemerdekaan pers. Oleh sebab itu, masyarakat pers menilai, ketentuan ini tidak berlaku bagi pelaksanaan kemerdekaan pers. Filosofi dan argumentasinya, untuk bidang pers berlaku UU  Pers No 40 Tahun 1999 yang bersifat lex primaat atau lex priviil. Artinya, sepanjang ada dan dapat diatur dalam UU Pers maka yang berlaku bagi pers adalah UU Pers. 

Tiga Kekuatan

Filosofi ini sudah memiliki tiga kekuatan dasar dan atau bukti.

Pertama, keputusan-keputusan  Mahkamah Agung (MA) soal pers telah menegaskan UU Pers merupakan lex primaat  atau lex priviil. Artinya UU Pers merupakan UU yang diutamakan, dikedepankan jika menyangkut pers.

Kedua, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) juga telah menguatkan UU Pers bersifat swaregulasi atau mengatur diri sendiri. Dengan kata lain, bagi pers berlaku ketentuan yang sesuai dengan pasal 12 ayat (2) huruf “f” UU Pers sebagaimana telah diuji di MK.

Ketiga, rumusan pasal ini sudah pernah diajukan dalam proses pembahasan UU Pers  No 40 Tahun 1999. Dalam proses pembahasan UU Pers, rumusan ini sudah disepakati semua pihak, sangat berbahaya bagi pers. Hal ini  lantaran tidak ada batasan yang jelas apa yang dimaksud “berita tidak pasti, berlebih-lebihan, dan tidak lengkap.” Waktu itu rumusan pasal seperti ini dianggap bersifat “karet” yang dapat ditafsirkan terlalu lebar, kemana-mana serta tidak sesuai dengan sifat hakekat pers sendiri. Itulah sebabnya pasal ini tegas dikatagorikan sebagai pasal yang membahayakan bagi kemerdekan pers. Maka ketika itu pemerintah dan DPR sepakat “membuang” rumusan pasal ini. Dokumen pembahasan soal ini sampai sekarang masih tersimpan rapi dan dapat dipelajari oleh siapapun, termasuk oleh para perancang KUHP, kalau berminat.

Aneh bin ajaibnya, pasal yang sudah “dibuang” pemerintah dan DPR saat membahas UU Pers, kini malah “dipungut”
Kembali oleh pemerintah dan DPR, dan bahkan dimasukan menjadi rumusan hukum positif dalam KUHP baru. 

Seandainya para perancang KUHP mau mendengar tokoh pers dan atau ahli hukum pers saat membahas RUU KUHP Baru, mungkin sejarah akan berjalan berbeda.

Apakah dimasukkannya rumusan yang sudah pernah dibuat dalam proses pembahasan UU Pers, sebuah “kemajuan, ” ataukah sebuah “kemunduran?” ***

BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | INSTALL APLIKASI INFOJAMBI.COM DI PLAYSTORE

Berita Terkait

Berita Lainnya