Jumpa Dua Tokoh Pemberani di Australia dan Peringatan TNI Terhadap Pilpres 2024

Jumpa Dua Tokoh Pemberani di Australia dan Peringatan TNI Terhadap Pilpres 2024

Reporter: .. | Editor: Admin
Jumpa Dua Tokoh Pemberani di Australia dan Peringatan TNI Terhadap Pilpres 2024
Ilham Bintang dengan koleganya yang pemberani kritik rezim Jokowi. Mantan Wamenkumham, Prof Dr Denny Indrayana dan DR Said Didu || Poto : Dokpri
Dalam tulisannya berjudul " Bagaimana Jokowi mendukung Ganjar, Mencadangkan Prabowo, dan Menolak Anies" pakar hukum tata negara itu menerangkan secara lugas. Ia menganggap praktek Jokowi itu tidak  etis dan mengganggu demokrasi Indonesia. Denny bertemu dan mewawancarai berbagai tokoh kunci, pejabat negara dan ketum Parpol, untuk menguatkan analisanya.

Dalam tulisan Denny ia tidak menyebut nama tokoh- tokoh yang diwawancarainya. Namun, ketika saya tanya, Denny membeberkannya. Lengkap. Giliran saya sekarang, apakah mau menuliskan atau tidak. Saya memilih tidak menuliskan karena itu perlu konfirmasi kepada masing - masing yang bersangkutan. 

Namun, sebenarnya keriuhan tokoh - tokoh antar pimpinan parpol yang saling beranjangsana, telah menampakkan diri  secara terang benderang. Pelaku yang disebut Denny yang  merusak demokrasi. 
Terutama pasca PDIP mendeklarasikan Ganjar Pranowo sebagai cawapresnya. 
Prof Denny ini juga toooh pemberani, salah satu dari sedikit intelektual yang masih bersuara menyerukan keadilan dan kebenaran. 

Baca Juga: Dewan Kehormatan PWI Ingatkan Pentingnya Kompetensi dan Penaatan Kode Etik Wartawan

Saat Denny bercerita yang sangat detil, saya malah  mencemaskan keluarganya. Saya menoleh ke Ida Rosyidah, istrinya. " Tidak cemas, Mbak?" saya tanya."Iya lah,  Pak. Sampai sekarang saja kami digantung. Sudah berjalan 8 tahun status Pak Denny ditersangkakan belum jelas ujungnya," sahut Ida sambil tersenyum.Yang dimaksud Ida adalah  kasus payment gateway yang ditangani Polri. Yang menyoal kebijakan  Denny Indrayana di masa menjabat Wakil Menteri Hukum dan Ham.

 "Anda, lawyer kok, tidak balik menggugat?," tanya saya berbalik ke Denny. "Lha? Ini kan bukan kasus hukum. Kalau kasus hukum jelas tinggal dihadapi secara hukum," balasnya cepat. 

Baca Juga: DK PWI Kecam Pelecehan Kredibilitas Wartawan dan Media Pers

Tidak jelas adakah hubungan dengan uraian dalam analisis Denny dan teriakan tokoh prodemokrasi lainnya seperti Rocky Gerung, Syahganda Nainggolan dan Said Didu, dengan tulisan kolom Panglima Kodam  III Siliwangi, Mayjen TNI Kunto Arief Wibowo. Tulisan putra mantan Wakil Presiden itu berjudul " Etika Menuju 2024" yang dimuat banyak media juga viral di Tanah Air. 

Ancaman Pertahanan & Keamanan

Baca Juga: DK PWI : Wartawan Harus Jaga Jarak dalam Kontestasi Pilkada

Mayjen Kunto Arief Wibowo mengawali tulisannya dengan menyorot tahun politik menjelang Pemilu 2024 yang  gegap gempitanya sudah mulai terasa sekarang. Komunikasi politik sudah berlangsung, tidak hanya di level kelompok yang akan bertarung, tapi merembet juga ke masyarakat. 

Kencangnya suhu yang dibangun serta kuatnya terpaan media menjadikan komunikasi politik begitu dinamis, fluktuatif, sekaligus sarat muatan provokatif. Andai dinamika terus dibiarkan dan provokasi bebas berkembang, jadi ancaman pertahanan keamanan kita. Ini perlu diwaspadai.

"Sejatinya, berpolitik itu bukan asal bicara, karena di sana ada suara yang mesti dipertanggungjawabkan," tulis Pangdam III Siliwangi itu. 
 
Dari kalangan militer aktif, rasanya  baru Mayjen Kunto Arief  Wibisono yang merespons dinamika politik dengan perasaan cemas.

Kata Pangdam, komunikasi  politik kini menjadi rentan dan mudah membawa perpecahan bila tidak disadari dan didasari dengan sikap interpretatif yang baik. Media sosial kini telah banyak dibahas sebagai sebuah perantara untuk penyusunan agenda politik.

"Ketiadaan gatekeeping (yang dulu dimiliki media tradisional) kini di dalam platform digital secara potensial telah meningkatkan kapasitas berbagai orang, pihak, kelompok, dan seterusnya, untuk menjadi aktor yang menyusun berbagai agenda politik," lanjutnya.

Semestinya, lanjut Kunto lagi, cukup dengan kembali ke Pancasila, melihat sisi-sisi yang diharuskan. Keharusan menjaga persatuan kesatuan, keberadaban, dan keadilan serta etika, itu sudah cukup.Kita sepertinya membutuhkan Pancasila dalam politik sekarang ini, karena sedang tidak baik-baik saja.

"Akan tetapi, andai ketidakpedulian tetap terjadi dan semakin menguat, maka demi alasan pertahanan dan keamanan, TNI agaknya harus sedikit maju mengambil posisi. Semoga itu tidak terjadi," tutupnya.

Saya yang sekarang cemas karena peringatan dari perwira tinggi TNI aktif ini. Bagaimana dengan Anda? 
 
Melbourne, 3 Mei 2023.

BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | INSTALL APLIKASI INFOJAMBI.COM DI PLAYSTORE

Berita Terkait

Berita Lainnya