Reformasi Skripsi

PENDIDIKAN tinggi di Indonesia mengalami banyak perubahan seiring perkembangan zaman. Salah satu hal yang sedang diperbincangkan belakangan ini adalah urgensi skripsi sebagai syarat kelulusan sarjana.

Reporter: - | Editor: Admin
Reformasi Skripsi
Bahren Nurdin

Oleh: Bahren Nurdin

PENDIDIKAN tinggi di Indonesia telah mengalami banyak perubahan seiring dengan perkembangan zaman. Salah satu hal yang sedang diperbincangkan belakangan ini adalah urgensi skripsi sebagai syarat kelulusan sarjana. 

Baca Juga: Ketika Bank Menjadi Sarang Perampok

Skripsi, sebuah karya penelitian akademis yang mahasiswa tuntaskan dan menjadi syarat mutlak dalam meraih gelar sarjana di berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Namun, baru-baru ini, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) mengumumkan kebijakan baru yang menghilangkan kewajiban menulis skripsi untuk kelulusan program sarjana.

Kutipan dari Pasal 18 ayat (9) melansir dari Peraturan Mendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjamin Mutu Pendidikan Tinggi: “Program studi pada program sarjana atau sarjana terapan memastikan ketercapaian kompetensi lulusan melalui: a. pemberian tugas akhir yang dapat berbentuk skripsi, prototipe, proyek, atau bentuk tugas akhir lainnya yang sejenis baik secara individu maupun berkelompok; atau b. penerapan kurikulum berbasis proyek atau bentuk pembelajaran lainnya yang sejenis dan asesmen yang dapat menunjukkan ketercapaian kompetensi lulusan.”

Baca Juga: Waspada : Pilkada Bertaruh Nyawa

Artinya, skripsi tinggal menjadi pilihan dari beberapa opsi yang ditawarkan. Dulu tidak ada pilihan. Mau jadi sarjana, ya wajib nulis skripsi. Reformasi!

Kebijakan ini tentu bukan tanpa kontroversi. Di satu sisi, ada yang berpendapat bahwa langkah ini sesuai dengan semangat reformasi pendidikan, yang berfokus pada pengembangan kemampuan praktis dan keterampilan berdasarkan dunia kerja yang semakin kompleks. Namun, di sisi lain, banyak yang mengkhawatirkan bahwa penghapusan skripsi dapat mengurangi kualitas pendidikan tinggi dan mengurangi kedalaman pengetahuan akademis yang dimiliki oleh lulusan.

Baca Juga: Pancasila: Kitab Kebangsaan Untuk Berbangsa

Kebijakan dari Kemenristekdikti ini, tentu memerlukan aturan yang jelas dan tegas. Tanpa pedoman yang jelas, ada risiko bahwa hal ini dapat menimbulkan ketidakpastian baik bagi mahasiswa maupun lembaga pendidikan.

Bersambung ke halaman berikutnya

BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | INSTALL APLIKASI INFOJAMBI.COM DI PLAYSTORE

Berita Terkait

Berita Lainnya