Gercep Jambi Meredam Inflasi

PERKEMBANGAN inflasi Provinsi Jambi pada triwulan I tahun 2024 mulai merangkak naik sejak Januari sampai Maret.

Reporter: - | Editor: Doddi Irawan
Gercep Jambi Meredam Inflasi
Al Haris dan Abdullah Sani

Oleh: Muhammad Ridwansyah
Ekonom Universitas Jambi/Ketua Pusat Unggulan Ipteks Perencanaan Bisnis dan Investasi Agroindustri dan Lingkungan, Universitas Jambi

PERKEMBANGAN inflasi Provinsi Jambi pada triwulan I tahun 2024 mulai merangkak naik sejak Januari sampai Maret. Pada Januari inflasi tercatat sebesar 2,99 persen (yoy), Februari (3,19 persen) dan Maret sudah mendekati 4 persen.

Baca Juga: Haris - Khafid Semarakkan Puncak HKN ke-52

Pada April 2024 inflasi year on year mencapai 3,93 persen   dengan Indeks Harga   Konsumen (IHK) sebesar 106,82. Inflasi tertinggi terjadi di Kabupaten Kerinci sebesar 6,09 persen dengan IHK sebesar 108,78.

Potensi terjadinya peningkatan inflasi pada 2024 ini perlu diantisipasi cepat. Apalagi awal musim kemarau tahun ini terjadi pada Mei hingga Agustus. Kondisi ini akan mempengaruhi pasokan bahan pangan penyumbang   inflasi, antara lain: beras, cabai merah dan bawang merah.

Baca Juga: Pemprov Diminta Cepat Perbaiki Jalan Putus Depan Kodim

Bahan-bahan ini memiliki peran krusial dalam menyediakan makanan bagi masyarakat, sehingga   perubahan harga komoditas   ini dapat langsung mempengaruhi indeks harga konsumen (IHK) dan mengakibatkan inflasi.

Gercep (gerak cepat) yang   terukur dalam upaya   meredam inflasi sangat diperlukan. Hal ini mengingat ketidakstabilan inflasi, baik   dalam bentuk fluktuatif yang tinggi atau tidak terduga   dapat menimbulkan   masalah–masalah ekonomi,   seperti ketidakpastian ekonomi, menurunnya tabungan dan investasi, penurunan daya saing ekspor, bahkan meningkatkan angka kemiskinan.

Baca Juga: Al Haris Lantik Pengurus HMPM Padang

Artikel ini berupaya membahas: apa saja langkah-langkah yang sudah dilakukan agar tingkat inflasi terkendali? Fokus apa saja yang perlu diperhatikan agar inflasi di Provinsi Jambi tetap stabil pada tingkat yang rendah?

Siklus inflasi

Menyimak siklus lima tahun terakhir, tingkat inflasi Provinsi Jambi sangat berfluktuatif dan sulit diprediksi.

Pada triwulan I sampai III-2018, inflasi Provinsi Jambi di atas rata-rata nasional, demikian pula pada triwulan IV tahun 2020 hingga triwulan II tahun 2021. Selanjutnya inflasi meningkat tajam pada triwulan II hingga IV tahun 2022. (lihat grafik)

Pada bulan Juni 2022, Provinsi   Jambi mencatatkan inflasi   tertinggi se-Indonesia, yang mencapai angka mencengangkan, 8,55 persen. Namun pada Juni 2023, Provinsi Jambi menjadi provinsi dengan inflasi terendah secara nasional di angka 1,96%.

Dalam pendekatan ekonomi, yang terpenting bukanlah tinggi dan rendah suatu keadaan, melainkan keseimbangan indikator ekonomi dalam jangka panjang yang ditandai dengan kurva yang merata. Ini akan   menciptakan ekspektasi   positif bagi produsen, pedagang maupun kepada konsumen.

Pengalaman meredam inflasi,
Gubernur Jambi, Al Haris   secara langsung memimpin   serangkaian rapat koordinasi dalam rangka menstabilkan   harga dan memastikan   ketersediaan pangan di seluruh Provinsi Jambi, sehingga berhasil   menciptakan sinergi antar   lembaga terkait, termasuk BI, OJK, BPS dan OPD terkait yang berperan penting dalam distribusi pangan.

Pendekatan yang proaktif   dan kolaboratif memberikan    keyakinan kepada masyarakat bahwa pemerintah daerah serius menjaga kestabilan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.

Tidak hanya berfokus pada aspek ekonomi, Gubernur Jambi juga menggarisbawahi   pentingnya menjaga pasokan pangan yang aman dan    berkualitas, terutama bagi masyarakat yang paling membutuhkan.

Sembilan langkah strategis yang diambil, antara lain: (1) Penguatan koordinasi, TPID Provinsi Jambi dan Kab/Kota, serta dialog antara Gubernur Jambi dengan distributor bahan pangan strategis; (2) Penguatan Data/Informasi; (3) Operasi Pasar, gerakan pasar murah dan subsidi harga; (4) Memantau tata niaga komoditi penyumbang inflasi mulai pola tanam sampai distribusi; (5) Mengalokasikan anggaran program/kegiatan OPD yang mendukung pengendalian inflasi; (6) Memanfaatkan penggunaan tekhnologi informasi dalam meningkatkan produktivitas pertanian; (7) Meningkatkan sinergi dengan BI dan BULOG dalam intervensi pasar; (8) Meningkatkan inovasi daerah untuk meningkatkan produktivitas pertanian; (9) Mendorong penggunaan CSR untuk membantu pengendalian inflasi khususnya penguatan infrastruktur dan rantai pasok.

Fokus perhatian.

Bank Indonesia (2023) mencatat bahwa penyumbang   inflasi di Provinsi Jambi adanya kelompok “volatile food”, yakni komoditas bahan pangan dan pertanian, antara lain: cabai merah, beras, minyak goreng, bawang merah, tomat, daging ayam ras dan daging sapi. 

Bahan-bahan ini memiliki peran krusial dalam menyediakan makanan bagi masyarakat, sehingga perubahan harga komoditas ini dapat langsung mempengaruhi indeks harga konsumen (IHK) dan mengakibatkan inflasi.

Penyumbang terbesar inflasi di Provinsi Jambi adalah beras (57 – 65 persen). Bulog mengatakan pendistribusian beras di Kota Jambi diperkirakan rata-rata 70 ton   per hari dari Januari - Desember 2024. Dengan ketersediaan beras ini diharapkan dapat menjaga kestabilan harga.

Fokus kebijakan diarahkan pada upaya penurunan tingkat inflasi di Kabupaten Kerinci, sehingga akan menurunkan tingkat inflasi gabungan di Provinsi Jambi   secara signifikan.

Kabupaten Kerinci mengalami paradok ekonomi mengingat kabupaten ini merupakan sentra produksi kelompok “volatile food”, seperti beras dan cabai merah. Kenyataannya pada triwulan II 2024 kabupaten ini justru mengalami inflasi tertinggi (6,09 persen).

Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Ningsih, I. W., Wahyuni, I., & Malik, A. (2020) menyimpulkan   seharusnya pasar produk   hortikultura, terutama cabai   untuk Provinsi Jambi, sebetulnya mampu dipenuhi oleh produksi dari Kabupaten Kerinci.

Namun, pada kenyataannya, target pasar rantai pasok produk hortikultura, dalam hal ini cabai, justru dibawa ke Sumbar dan Riau. Pada sisi lain, jalur transportasi dari Kerinci ke Kota Jambi merupakan jalur yang sering terhambat oleh angkutan   batu bara, sehingga menimbulkan ekstra biaya bagi pedagang cabai.

Pemerintah Provinsi Jambi   perlu mengupayakan   koordinasi dalam rantai nilai (value chain) komoditas cabai, agar menyediakan insentif lebih besar kepada mereka yang terlibat, mulai dari petani, pedagang hingga konsumen akhir. Ini berdampak pada meningkatnya motivasi petani cabai melakukan produksi secara terus menerus.

Mengatasi masalah   distribusi, berkaitan dengan rantai pasokan yang dapat berdampak pada harga optimal karena terjadi pasokan yang stabil. Pemerintah juga harus memastikan ongkos transportasi tidak mengalami kenaikan tinggi.

Perhatian ekstra harus diberikan ke pasar tradisional. Menurut Gabungan Perusahaan   Makanan dan Minuman, 85-90 persen warga masih   menggantungkan pada pasar tradisional untuk memenuhi   kebutuhan sehari-hari.   

Sisanya berbelanja di pasar modern. Jika pasokan dan harga di pasar tradisional bisa dijaga, harga pangan akan stabil.

Spekulasi harga dari   beberapa pengumpul dan   pedagang, pembeli akan   tetap mencari barang yang dibutuhkan meski harganya   naik secara tak wajar. Inilah   salah satu yang perlu diawasi oleh pemerintah, beberapa pasar bahkan telah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) khususnya bahan pangan.

Ini akan membuat inflasi   terkendali dan daya beli warga terjaga. Operasi pasar tetap perlu dilakukan untuk memastikan harga tetap stabil atau bergerak dalam rentang yang wajar di pasaran. ***

BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | INSTALL APLIKASI INFOJAMBI.COM DI PLAYSTORE

Berita Terkait

Berita Lainnya